Belum Ada Perhatian terhadap Situs Megalitik Tutari

Berita Daerah Pariwisata

[vc_row][vc_column][vc_single_image image=”14362″ img_size=”large”][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_column_text]SENTANI, jpr – Kampung Doyo Lama memiliki potensi wisata yang cukup diandalkan untuk pendapatan daerah dan juga bagi masyarakat lokal setempat. Destinasi itu adalah Situs Megalitik Tutari dan Bukit Tungkuwiri (Teletabis). Bukit Tungkuwiri yang lebih dikenal oleh masyarakat luas sementara Situs Megalitik Tutari jarang terdengar, padahal jarak kedua tempat ini berdekatan dan didalam satu Kampung.

 

Mungkin saja, karena Tungkuwiri lebih jelas dari jalan raya, sementara Situs Megalitik Tutari di atas bukit dan terhalang oleh pepohonan. Sampai sekarang kedua tempat ini tidak begitu mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun masyarakat lokal setempat.

 

Keberadaan Situs Megalitik Tutari adalah bukti kehidupan manusia pada ribuan tahun silam yang disebut suku Tutari. Bukti kehidupan suku ini dapat dijumpai peninggalannya berupa lukisan pada bongkahan batu besar yang terhampar di atas bukit Tutari.

 

“Belum ada kesadaran dari masyarakat lokal, Pemerintah Daerah terhadap peninggalan bersejarah ini,” ujar Hari Suroto sebagai peneliti Balai Arkeologi Papua saat ditemui di Kampung Doyo Lama Distrik Waibhu. Kamis ( 21/11/2019).

 

Dikatakan, kawasan situs yang berada pada perbukitan menyebabkan masyarakat kurang mendapat informasi yang lengkap tentang benda bersejarah ini. Padahal, kalau dipublikasikan secara luas, pasti mendapat perhatian yang luar biasa.

 

“Dari ketinggian bukit Tutari, kita dapat menikmati indahnya pemandangan Danau Sentani dan hamparan bukit-bukit Tingkuwiri yang indah,” katanya.

 

Menurutnya, pada sektor enam atau tepatnya paling puncak dari bukit ini, ada ratusan batu tegak (Menhir) yang letaknya sangat unik. Karena batu tegak tersebut tidak ditanam ke dalam tanah tetapi hanya di permukaan tanah dengan ditopang oleh batu-batu level di sekitarnya.

 

“Kompleks batu tegak ini sebagai tempat musyawarah bagi suku Tutari pada waktu itu, dan batu tegak yang ada di puncak bukit sebagai simbol tokoh-tokoh adat yang hadir dalam musyawarah yang dilakukan,” katanya.

 

Sementara itu, Siswi kelas XI SMU N 1 Sentani Nur Nilamsari yang sedang mengikuti lomba cerpen dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Papua mengatakan, bukit Tutari memiliki tempat yang bagus, harus dijaga dengan baik.

 

“Suasana yang nyaman dan udara yang segar. Walaupun membutuhkan tenaga yg ekstra juga untuk sampai ke puncak, merupakan tempat bersejarah yang harus ada perhatian serius oleh pemerintah,” ucapnya.

 

Sebelumnya, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw pernah meminta kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura untuk mengurusi aset peninggalan purbakala ini agar di kelola oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura. Sementara secara administrasi ke purbakalaan, situs semacam ini jadi kewenangan Pemerintah Provinsi Papua.

 

“Situs megalitik Tutari berada pada wilayah Kabupaten Jayapura, oleh sebab itu pengelolaannya harus di berikan kepada kami untuk mengurus dan menjadi aset kabupaten Jayapura,” kata Mathius.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Tinggalkan Balasan