[vc_row][vc_column][vc_single_image image=”17294″ img_size=”large” add_caption=”yes”][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_column_text]SENTANI, jayapurakab.go.id – Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE., M.Si, menegaskan statement Anggota DPRD Kabupaten Jayapura, Sihar Lumban Tobing yang mempertanyakan temuan penggunaan dana hibah dari BNPB untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana banjir bandang dan longsor bantuan senilai Rp 53 miliar dari total Rp 275 miliar yang digelontorkan pada bulan September tahun 2020 lalu oleh BNPB kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura yang merupakan hasil audit BPK untuk membiayai kegiatan di 16 OPD itu tidak benar.
“Jadi kalau ada bicara bahwa ini ada penyalahgunaan itu saya tidak mengerti. Tim sampai saat ini masih bekerja, dari total dana 275 miliar rupiah itu untuk infrastruktur dan perumahan (perbaikan). Kalau untuk infrastruktur itu baru mulai tayang di Barang dan Jasa. Jadi yang bicara soal ada penyalahgunaan ini tidak benar, karena uang belum di korek dan kita awasi terus,” kata Bupati Jayapura Mathius Awoitauw ketika dikonfirmasi wartawan terkait Anggota DPRD pertanyakan penggunaan dana hibah Rp 53 miliar, di Kota Sentani, Senin (14/6/2021).
Adanya statement Anggota DPRD Kabupaten Jayapura Sihar Lumban Tobing yang mempertanyakan dana hibah banjir bandang dari BNPB terkait penanggulangan bencana dan rekonstruksi pascabencana banjir bandang sebesar Rp 53 miliar itu merupakan hasil audit BPK dan sesuai hasil LHP BPK dari BPK RI Perwakilan Papua untuk APBD Kabupaten Jayapura Tahun Anggaran 2020 lalu.
“Jadi tidak boleh bikin kegaduhan di pemerintahan kabupaten ya. Saya lihat beberapa anggota (DPR) ini sudah mulai bicara terang-terangan, tapi tidak punya informasi yang akurat. Kalau 275 miliar itu sekarang baru mulai tayang, dan kalau yang lalu-lalu dana bencana itu harus disebutkan secara jelas,” kata Mathius Awoitauw.
“Dana bencana itu kan yang dulu, yang kita terima bantuan-bantuan dari berbagai pihak dan seterusnya. Kalau dari APBD, kita bantu itu tidak sampai 10 miliar dari APBD Kabupaten Jayapura. Nah, laporan pertanggungjawabannya itu bisa dilihat, yang lain itu semua bantuan dari luar. Ada bantuan orang-perorangan, dari Pemerintah Daerah, itu sudah dilakukan secara administrasi sudah klir. Mereka sudah pertanggungjawabkan ke BPK, tinggal pengelolaannya oleh tim yang kita bentuk dengan peraturan bupati mengenai penentuan status bencana,” sambungnya.
Penentuan status bencana tersebut, kata Bupati Jayapura, bahwa ada tim yang telah dibentuk dan pertanggungjawaban itu sudah di audit oleh BPK, serta didampingi oleh BPKP.
“Jadi saya tidak tahu yang dimaksud ini yang mana. Kalau yang dari BNPB itu belum karena baru mulai penayangan saat ini. Untuk waktunya itu sampai September tahun 2021 ini. Kalau penayangan inikan sudah mulai jalan, pekerjaan itu dilakukan. Memang ada keterlambatan di dalam, maka itu Kabid kita ganti. Karena terlalu lama dan terlalu banyak manuver, ya kita ganti dia. Nah, kita ganti juga anak buahnya lagi, jadi tambah lama lagi. Tapi, itukan Baperjakat yang menilai,” sebutnya.
Mathius Awoitauw mengatakan informasi yang disampaikan seharusnya sudah betul-betul akurat dan harus pisahkan yang dimaksud itu yang mana, apakah bantuan masyarakat atau bantaun dari pihak-pihak yang lain di luar waktu terjadinya bencana dan pascabencana atau bantuan untuk infrastruktur perumahan guna rekonstruksi dan rehabilitasi yang senilai Rp 275 miliar.
“Jelas 100 miliar lebih atau 200 miliar lebih itu untuk infrastruktur, kemudian ada 60 miliar lebih itu untuk perumahan, yang perencanaannya saja masih dalam proses. Sedangkan infrastruktur sekarang baru mulai penayangan. Jadi peminjaman itu tidak hubungannya dengan bencana, karena itu kondisi kas daerah, untuk beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi itu secara umum, tapi nanti bisa ditanyakan langsung ke Sekda atau bagian keuangan, kenapa ada peminjaman dan itu untuk apa saja,” tegasnya.
Bupati Jayapura mengatakan, bahwa 53 miliar rupiah itu prinsipnya harus asa pelelangan dan pelelangannya itu baru dimulai. “Kalau terjadi semacam peminjaman, karena itu belum digunakan itu hal yang wajar saja secara administrasi. Tapi, secara prinsip itu proses pelelangannya baru dimulai,” tukasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Jayapura Sihar Lumban Tobing mempertahankan penggunaan dana hibah dari BNPB untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana banjir bandang dan longsor bantuan senilai Rp 53 miliar dari Rp 275 miliar yang digelontorkan pada bulan September tahun 2020 lalu oleh BNPB kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura.
“Jadi sesuai dengan LHP dari BPK untuk APBD Kabupaten Jayapura tahun 2020 dan saya sendiri sudah baca LHP nya. Memang ada beberapa temuan dan juga ada rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh BPK untuk dipatuhi oleh Pemkab Jayapura,” kata Sihar Lumban Tobing yang juga Anggota DPRD Kabupaten Jayapura dari Partai Golkar tersebut kepada wartawan di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.
“Tapi, di sini yang paling saya soroti adalah tentang temuan di dana hibah banjir bandang terkait penanggulangan bencana dan rekonstruksi pascabencana banjir bandang,” sebut pria yang juga Anggota Fraksi BTI DPRD Kabupaten Jayapura itu menambahkan.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]