[vc_row][vc_column][vc_column_text]SENTANI, jayapurakab.go.id – Tim Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) saat ini sedang menggodok peraturan bupati (Perbup) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Draft Perbup ini dibahas dan di koreksi bersama melibatkan berbagai pihak yang berkompeten, dipimpin langsung Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE., M.Si pada pertemuan yang berlangsung di sekretariat Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) kompleks kantor Bupati Jayapura, Selasa (26/7).
Malik, S.H., M.H., C.L.A, Policy Support Program, The Samdhana Institute memaparkan langsung draft perbup dihadapan Bupati Jayapura dan perangkat daerah terkait, nampak peserta yang hadir memberikan bobot dan koreksi naskah draft perbup dimaksud, agar nantinya betul-betul menghasilkan sebuah prodak hukum yang bisa menjadi rujukan masyarakat hukum adat di Bumi Kenambai Umbai.
“Peraturan Bupati tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ini, sebagai tindaklanjut dari Perda nomor 8 tahun 2021 tentang pengakuan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Sebelum itu, tim Gugus Tugas Masyarakat Adat melakukan verifikasi dan falidasi terhadap peta-peta wilayah adat, profil wilayah adat, paralel dengan pemetaan wilayah adat dan pemetaan sosial di Kabupaten Jayapura,” ujar Malik yang juga sebagai anggota tenaga ahli di GTMA yang bertugas melakukan kajian-kajian terkait aspek hukum di Kabupaten Jayapura.
Dari 9 wilayah adat, dan tambahan beberapa wilayah adat baru pasca pemetaan wilayah adat oleh tim GTMA di Kabupaten Jayapura, kini secara bertahap sedang dibahas regulasi perbup pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
“Sampai saat ini ada 5 pemetaan wilayah adat yang sedang dibahas dan dipastikan di Bulan Agustus ini akan ditetapkan oleh Bupati Jayapura,” ujarnya.
Jauh sebelum Perda 8 tahun 2021 kata Malik, sebelumnya sudah ada Perda nomor 8 tahun 2018 tentang penyelenggaraan pengakuan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura.
“Memang di lapangan tidak mudah teman-teman GTMA menyusun ini, apalagi bicara soal letak, batas, itukan prosesnya cukup panjang. Namun untuk sekarang yang 5 wilayah adat ini bisa kita katakan clean and clear berdasarkan berita acara disepakati antara masyarakat adat yang berbatasan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain,” imbuhnya.
Adapun materi draft Perbup yang dibahas yakni terkait dengan finalisasi draft yang ada sebelumnya untuk selanjutnya proses penetapan dan penandatanganan oleh Bupati Jayapura.
Peserta yang hadir pun turut membahas norma-norma yang bisa diterima dalam masyarakat dan juga tidak bertentangan dengan aturan yang satu dengan aturan lainnya, sehingga tidak ada kebingungan dan multi tafsir di masyarakat.
”Isi dari draft SK Perbup peta wilayah adat ini mengatur tentang pengakuan keberadaan wilayah adat, berapa wilayahnya, batas-batas wilayahnya baik batas alam maupun batas administrasi dicantumkan titik kordinat juga. Peta wilayah adat ini juga tidak dijadikan sebagai alat untuk disalahgunakan, karena itu kita harus memastikan di diktum berikutnya bahwa perlu berdasarkan prinsip Hak Asasi Manusia, saling menghormati satu sama lain, keadilan sosial, kesetaraan atau hormat-menghormati, juga tentunya ketika ada pelepasan-pelepasan hak ulayat kita pastikan masyarakat di situ saling bersepakat internal dari adat secara tertulis,” jelas Malik.
Sementara itu Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, S.E., M.Si dalam arahannya mengatakan pemetaan wilayah adat ini memberi kepastian bagi masyarakat hukum adat. “Lewat pemetaan wilayah adat ini, ke depan semua sistem informasi harus terintegrasi menjadi satu data Kabupaten Jayapura. Di atasnya adalah wilayah-wilayah adat, di dalamnya terdapat kampung-kampung adat yang berdasarkan sejarah asal usul meskipun dia mekar tetapi kampung adat itu tetap satu, juga sistem kelembagaannya satu,” ujarnya.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]