SENTANI, jayapurakab.go.id – Teriknya panas matahari, jauhnya perjalanan yang ditempuh, kelelahan yang menghampiri merupakan sekelumit suasana yang dialami penulis sesaat sebelum tiba di tujuan perjalanan menuju Aklwa Yano (Kampung Aklwa) Distrik Nimboran, Rabu (02/10/2024).
Suasana yang penulis gambarkan di atas sekejab hilang digantikan dengan terpesona melihat berdiri kokoh Aklwa Yano di ketinggian gunung dengan menawarkan pemandangan hamparan Lembah Grime nun jauh bagaikan hempasan lautan yang biru nan indah.
Semilir angin sepoi-sepoi yang tertiup perlahan menyusuri rimbunnya pepohonan menjadi pelengkap kesejukan alami yang ditawarkan kepada setiap orang yang berkunjung ke kampung yang penulis identikan dengan kampung di atas awan.
Di sela-sela keteduhan dan keindahan alam di Aklwa Yano, terlaksana sebuah acara monumental yang mengandung nilai budaya yang sangat tinggi sebagai identitas dari budaya masyarakat adat setempat, yakni Penobatan Iram Akwla Yano bersama empat perangkatnya.
Aklwa Yano (Kampung Aklwa) merupakan sebutan asli nama kampung berdasarkan cerita turun-temurun yang kemudian digunakan oleh penduduk asli setempat sejak dulu hingga sekarang.
Tetapi karena luasnya wilayah dan pesebaran penduduk dan untuk kesejahteraan serta pemerataan pembangun dari pemerintah maka dalam wilayah kampung asli Aklwa Yano dibentuk dua kampung administrasi pemerintah yakni, Kampung Yenggu Baru dan Kampung Yenggu Lama.
Walau wilayah administrasi pemerintah telah menjadi dua kampung namun struktur ada masih satu yakni Aklwa Yano. Adapun sebutan adat untuk dua wilayah adminstrasi adalah, wilayah adat Tabo (Kampung Yenggu Baru) dan wilayah adat Ketu (Kampung Yenggu Lama.
Wilayah Adat Tabo letaknya di sebelah selatan melewati gunung, tebing dan lereng-lereng mendiami di bawah kaki gunung Keming di situlah Kampung Yenggu Baru. Sedangkan Wilayah Adat Ketu terletak di sebelah barat mendiami dataran Lembah Grime penuh dengan misteri kekayaan alam di situlah Kamung Yenggu Lama.
Dalam naskah Selayang pandang Aklwa Yano yang dibacakan, Sekretaris Panitia Penobatan Iram Aklwa Yano, Pdt. Hansmus Waisimon, S.Th memaparkan awal mula Aklwa Yano Kampung Yenggu Moyang bernama Wai Ngali berasal dari Hanggai Hamong menuju ke arah barat lalu tiba di kampung ini lalu kemudian mengambil isteri dari keluarga Dengo Yap benama Neni Wambu Swei.
“Mereka berkembang dengan pesat lalu diantara mereka timbul ide untuk perluasan kampung, maka Iram Tang atau Kerek Iram pindah ke dusun Nggerbum. Takai Tang atau Kerek Takai pindah ke dusun Sombu dan Kerek Duu Nesking Wou menetap di bukit,” jelasnya.
Setelah beberapa tahun kemudian maka akan dilakukan penobatan Iram di Dusun Nggerbum atas nama Nenu Waku namun penobatan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Rencana penobatan itu akan dilakukan oleh Kampung Meyu, kemudian jabatan Iram di pegang sementara oleh Takai selama dua generasi.
Kemudian waktu tantara Jepang masuk ke Genyem, maka pemerintah adat diangkat kembali dan jabatan Iram di Kampung Yenggu (Aklwa Yano) dari tangan Takai Yotam Waissimon kepada Nenu Nate.
“Nenu Nate punya anak Esau Waisimon dan Esau Waisimon punya anak Ambersius Waisimon. Maka pada Hari Rabu (02/10/2024) Ambersius Waisimon dinobatkan secara resmi bersama keempat perangkatnya menjadi pemimpin adat di Aklwa Yano,” ujar Hansmus Waisimon.
Penobatan Iram Aklwa Yano bersama para perangkatnya berlangsung sangat meriah, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai sakral dalam proses menghantar Iram bersama pembantunya ke halaman pendopo adat untuk mengikuti prosesi penobatan.
Hentakan kaki, kebasan tangan diiringan dengan lantunan syair indah oleh para penari menghantar langkah demi langkah Iram dan perangkatnya ke pendopo adat hingga berlangsungnya seluruh acara penobatan.
Iram adalah pemimpin tertinggi di Aklwa Yano, dalam kepemimpinannya akan dibantu oleh empat pembantu atau perangkatnya yakni, Takai sebagai penasihat utama Iram, Dunesking Wou sebagai pemerintahan umum, Uluhamung Yehulu sebagai bendahara dan Hlum sebagai pelaku ekonomi.
Berikut nama-nama petinggi adat Aklwa Yano yang di nobatkan, Ambersius Waisimon (Iram), Darius Waisimon (Takai), Yonatan Waisimon (Dunesking Wou), Markus Waisimon (Uluhamun Yehulu), Ferdinand Waisimon (Hlum).
Iram Aklwa Yano, Ambersius Waisimon setelah di nobatkan mengatakan, manusia, hutan, hewan dan segala isinya di wilayah adat Aklwa yang tersebar di Kampung Yenggu Baru maupun Yenggu Lama semuanya kini ada dalam tanggungjawabnya.
“Saya sudah pakai burung kuning menandahkan bahwa sayalah Iram yang sah, saya harus lindungi saya punya rakyat, tanah, hutan, tetapi juga saya harus menjaga dan memelihara janda, duda, anak yatim, piatu, yatim piatu. Karena itu semua adalah bagian yang melekat dari tanggungjawab sebagai seorang Iram,” ujarnya.
Dirinya berharap, agar semua rakyatnya yang berada di dua kampung administrasi pemerintah bersama dengan pemerintah kampung untuk membangun Aklwa Yano harus berkoordinasi selalu dengan dirinya selaku pemilik hutan, tanah, alam dan manusia.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Suku (Das) Dumutru Namblong, Yosef Hembring usai penobatan Iram mengatakan, pihaknya senang dan bangga karena Aklwa Yano bisa munculkan harga diri dengan melakukan penobatan, sebab baginya penobatan adalah satu acara yang sakral untuk masyarakat adat dan untuk pemimpinnya.
Dengan adanya penobatan Iram di Aklwa Yano ini menjadi pemicu bagi 31 kampung di wilayah DAS Demutru Namblong untuk segera menyiapkan diri guna melakukan penobatan sebagaimana yang dilakukan di Aklwa.
“Saya sebagai ketua DAS akan pandu terus untuk acara-acara penobatan bagi Iram-Iram yang lain di 32 kampung yang masuk dalam wilayah adat DAS Dumutru Namblong, wilayah pemerintahan distrik ada 3, Distrik Nimboran, Distrik Nimbokran dan Distrik Namblong,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura, Elisa Yarusabra, S.Sos mewakili Pemerintah Kabupaten Jayapura menyampaikan selamat dan sukses atas penobatan Iram Aklwa Yano bersama dengan sejumlah perangkat dalam proses adat yang kental dan sakral ini.
Dikatakannya, untuk membangun Papua, membangun Jayapura tidak ada jalan lain tapi melalui budaya. Artinya kebudayaan yang ada di masyarakat itu harus dilakukan pendampingan dan pembinaan untuk membangun daerah bersama masyarakat adat.
“Saya pikir proses yang terjadi hari ini sebagai proses masyarakat adat menyatakan dirinya bahwa mereka ada, mereka punya komitmen, mereka punya rumah adat, dan inilah ruangnya, jadi harus diberdayakan mereka,” ucapnya.
Senada dengan Iram, Kepala Kampung Yenggu Lama, Yusuf Waisimon mengatakan, bahwa dengan adanya penobatan Iram ini maka ke depan pihaknya akan selalu berkoordinasi dan kerjasama untuk membangun kampung.
Menurut Yusuf, penguatan kerjasama antara komunitas masyarakat adat dan pemerintah, salah satunya adalah bersama-sama menjaga potensi kekayaan alam, menjaga masyarakat, menjaga budaya, serta memperkuat pengawasan kawasan hutan dan tanah adat.
“Kami harap, dengan adanya Iram yang dinobatkan sekarang ini bisa dapat berperan aktif untuk menjaga dan membantu pemerintah kampung dalam konteks kemitraan membangun kampung ini ke depan akan jauh lebih baik,” tutupnya.