[vc_row][vc_column][vc_single_image image=”16553″ img_size=”large” add_caption=”yes”][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_column_text]SENTANI, jayapurakab.go.id – Untuk memantapkan pemahaman sekaligus menjaring pemikiran kritis dan mendalam tentang Kampung Adat Membangun, maka dilakukan diskusi publik dalam bentuk virtual yang difasilitasi oleh Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura yang dimoderatori oleh James Modouw, pada Sabtu 23 Januari 2020 di Jayapura.
Diskusi publik ini dilaksanakan dalam kaitannya dengan upaya menjaring berbagai aspirasi untuk memantapkan gagasan mengenai Kampung Adat di Kabupaten Jayapura yang digagas Bupati Jayapura Mathius Awoitauw dalam visi dan misi yang diusungnya, Jayapura Baru.
Itu sebabnya, diskusi tersebut diawali dengan penyajian materi awal mengenai Kampung Adat Membangun yang disampaikan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw.
Dalam kesempatan itu, Mathius menyampaikan bahwa perlu dilakukan pengembalian jati diri masyarakat adat melalui Kampung Adat. Kesatuan masyarakat hukum adat memiliki kewenangan penuh berdasarkan hak asal-usul dan adat-istiadat dalam sistem pemerintahan yang menjadi amanah Pasal 18 b UUD 1945.
Itu sebabnya, dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua perubahan nama desa menjadi kampung di Provinsi Papua bukan saja sekadar perubahan nama desa menjadi kampung, tapi perubahan secara format dan substansinya. Perubahan itu, terjadi dalam tiga hal, yaitu perubahan orientasi (re-orientasi), restrukturisasi dan berfungsi sebagai kampung adat membangun.
“Reorientasi dimaksudkan sebagai perubahan yang secara murni dilakukan dari bawah, kemudian memiliki kewenangan istimewa (bersifat keaslian) bukan kewenangan yang diserahkan (penyerahan), pengaturan dan pembangunan sepenuhnya oleh masyarakat kampung adat, sementara distrik dan kabupaten sebagai fasilitator dan motivator,” jelas Awoitauw.
Restrukturisasi adalah melakukan review terhadap struktur dan sistem norma. Artinya, keondoafian hanya satu dan menghilangkan dualisme kepemimpinan antara Kepala Kampung Adat versus Kepala Pemerintahan Adat. Terakhir, perubahan itu berfungsi sebagai kampung adat membangun.
Kampung adat membangun, lanjutnya memiliki batas-batas wilayah dan potensi Sumber Daya Alam yang jelas, memiliki Sumber Daya Manusia yang berkarakter budaya (jati diri, norma dan nilai yang bermartabat), membangun ekonomi komunal bukan ekonomi kapitalis serta memiliki posisi yang setara dengan Pemerintah Daerah dan Dunia Usaha.
Terkait hal ini, Mathius Awoitauw mengajak semua pihak untuk menseriusi kampung adat, karena sekian lama telah terjadi pembiaran antara 40 sampai 50 tahun dan tidak ada keseriusan dalam hal implementasinya, termasuk dalam hal regulasi dan kajian-kajian. Padahal, masyarakat adat masih ada dan mereka cukup kuat.
Itu sebabnya, harus ada upaya keberpihakan kepada masyarakat adat, sehingga Bupati Jayapura Mathius Awoitauw tidak segan-segan mengajak para pakar dari perguruan tinggi dan pemerhati masyarakat adat untuk terlibat memberi sumbang saran dan masukan-masukan konstruktif agar gagasan-gagasan dan ide-ide cemerlang dapat dikemukakan guna menambah pembobotan dalam upaya merealisasikan Kampung Adat Membangun di Kabupaten Jayapura, yang tidak lama lagi akan diwujudnyatakan dalam regulasi daerah yang lebih tegas.
Sementara itu, tantangan terberatnya, lanjut Bupati dua periode ini bahwa perubahan ini telah menjadi semangat baru di mana ada transisi berpikir dari semangat kampung administrasi ke kampung adat. Selain itu, pendampingan yang belum efektif mendampingi kampung adat menjalankan fungsinya sebagai kampung adat, Pemerintah Pusat dipandang belum memahami sepenuhnya tentang proses dan mekanisme pembentukan kampung adat, sehingga menghambat percepatan pembentukan kampung adat.
Sementara itu panelis, Yando Zakaria, pembicara berikutnya menyampaikan gagasannya untuk memperkuat pemaparan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, bahwa pada lain sisi, setidaknya Pemerintah Pusat telah memberi ruang bagi percepatan pembentukan kampung adat karena dari aspek regulasi telah ada ruang dan peluang, di mana undang-undang memberi kesempatan bagi daerah untuk membentuknya.
Disebutkan bahwa setidaknya telah ada pengakuan dan penetapan hak dan kewenangan dalam undang-undang yang mengatur tentang hak adat, hak komunal, wilayah kearifan lokal dan wilayah kelola baik pesisir dan pulau-pulau kecil.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_single_image image=”16555″ img_size=”large” add_caption=”yes”][vc_single_image image=”16554″ img_size=”large” add_caption=”yes”][/vc_column][/vc_row]