Proyek Baru FAO Luncurkan untuk Mendukung Petani Sagu di Papua

Berita Daerah Pertanian

[vc_row][vc_column][vc_column_text]SENTANI, jayapurakab.go.id – Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) di Indonesia, Bersama Analisis Strategis Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayapura memulai inisiatif untuk mendukung petani kecil yang terlibat dalam produksi sagu di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Proyek bertajuk “Capacity building of smallholders on improved sago processing and value chains in Jayapura, Papua Province” secara resmi diluncurkan dengan kunjungan lapangan dan lokakarya awal untuk mendukung produksi sagu – tanaman pangan yang kurang dimanfaatkan di wilayah tersebut, hal itu disampaikan Penjabat (Pj) Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si diwakili oleh PLT. Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, Jenny Deda, Rabu (07/02/2024).

Jenny menjelaskan produksi sagu di Papua menghadapi beberapa tantangan. Banyak tanaman sagu tumbuh secara alami di lahan rawa, sehingga menyebabkan penggunaan metode pengolahan yang tidak selalu memenuhi standar kebersihan.

“Permasalahan lain muncul pada akses masyarakat terhadap pasar yang masih terbatas karena kurangnya kapasitas. Menanggapi tantangan-tantangan ini, inisiatif terbaru dari FAO dan pemangku kepentingan lokal lainnya bertujuan untuk membantu petani kecil meningkatkan pengolahan sagu. Dengan fokus pada peningkatan keterampilan masyarakat adat dengan teknologi adaptif pengolahan sagu dan pengembangan hubungan pasar,” ucapnya.

Inisiatif ini berupaya untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memasarkan produk sagu mereka secara efektif sehingga dapat mendukung mata pencaharian dan pendapatan keluarga mereka.

Inti dari proyek ini adalah dukungan kepada Provinsi Papua sebagai penyumbang produksi sagu. FAO menargetkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tepung sagu yang berpotensi berkontribusi terhadap rencana diversifikasi pangan nasional. Pendekatan ini melibatkan dua aspek: mengintegrasikan kemajuan ke dalam unit pengolahan sekaligus membangun kapasitas masyarakat lokal.

“Sesuai tema festival Sentani tahun lalu, “Sagu adalah Kehidupan”, kami ingin memastikan bahwa pemanenan sagu tidak mengorbankan hutan kita. Inisiatif bersama FAO ini dapat membantu kita mempelajari cara memaksimalkan produksi sagu sekaligus melestarikan sagu untuk generasi masa depan kita,” jelas Jenny Deda.

Sementara itu, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal menyatakan upaya ini lebih dari sekedar usaha; ini mewakili perjalanan petani kecil menuju penghidupan berkelanjutan yang bebas dari kelaparan.

“Dengan meningkatkan metode pengolahan sagu dan memperluas jangkauan mereka di pasar, kami tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga memupuk semangat dan esensi komunitas,” ungkapnya.

Di tempat yang sama , Yo Ondofolo Kampung Babrongko, Ramses Wally menyampaikan kehadiran FAO di tiga kampung, yaitu Kampung Yoboi, Simporo dan Babrongko mampu membawa kemajuan bagi tiga kampung ini.

Kami bisa menjaga hak-hak adat kami secara turun temurun. Bekerja sama dengan FAO untuk mendampingi, menjaga sagu yang ada di tiga kampung.

“Ada 32 jenis sagu yang kami miliki, sehingga jelas sagu ini adalah milik tiga kampung,” pungkasnya.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Tinggalkan Balasan