SENTANI, jayapurakab.go.id – Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura hasil pengukuran bayi dan balita pada Juni – Agustus 2024 sebanyak 1006 anak mengalami stunting di Kabupaten Jayapura, hal itu disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, Delila Mehue saat diwawancara pada kegiatan pengukuran dan publikasi stunting aksi ke-7 dalam rangka percepatan penurunan stunting di Kabupaten Jayapura tahun 2024, di Sentani, Rabu, 18/9/2024.
Delila mengatakan angka stunting mengalami kenaikan hingga 13,3 persen dari angka tahun lalu 11,7 persen.
Adanya kenaikan angka stunting di tahun 2024 yakni penginputan data yang belum mencapai 100 persen dan angka bayi yang belum lahir.
“Dari data yang dimiliki meningkatnya kasus ada beberapa faktor, pertama stunting tidak bisa diobati, jadi kita cegah terjadinya kasus baru. Adanya data yang belum dikeluarkan final sehingga membuat data kita makin naik. Dari data terakhir sebanyak 1.006 bayi dan balita dari 19 distrik menderita stunting,” jelasnya.
Tidak hanya itu, faktor lain karena jaringan internet yang tidak memadai sehingga hasil dari pengukuran pada bulan Juni hingga Agustus dalam penginputannya masih 50 persen. Di mana petugas puskesmas harus mengirim data secara manual ke Dinas Kesehatan.
“Di mana data yang diinput belum sampai 50 persen, kendala karena jaringan, kami Dinkes yang akhirnya membuat mengirimkan data secara offline,” terangnya.
Delila mengungkapkan dalam rangka penurunan stunting, pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan dengan melakukan pemberian tambah darah kepada remaja putri, makanan tambahan, dan lainnya.
Dalam laporan Penjabat (Pj) Bupati Jayapura Semuel Siriwa kepada Pj Gubernur Papua beberapa waktu lalu, stunting di Kabupaten Jayapura mendapat sokongan APBD sekitar Rp 21 miliar, dengan 25 lokus kampung.
Di tempat yang sama, Narasumber Stunting Kabupaten Jayapura, Besse Kutty mengatakan, diaksi ke tujuh, semua balita harus ditimbang dengan melihat data dari aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) pada bulan Agustus dari tahun 2022, 2023, 2024, untuk melihat kemungkinan kasusnya menurun atau naik.
Dari semua balita setelah ditimbang dengan melihat data semua puskesmas yang terlibat membuat analisis kasus mengenai faktor determinan yang mempengaruhi kejadian stunting.
“Setelah itu dilakukan sosialisasi kesemua distrik dan kampung untuk mencari solusi apa yang akan dilakukan pemerintah distrik atau kampung terkait dengan intervensi, dari factor determinan yang mempengaruhi. Apakah dari faktor jamban, kekurangan gizi atau ada faktor lain-lainnya,” tuturnya.