Pakar Cyber: Pejabat Masih Jadi Target Penyadapan

Artikel Teknologi

Praktik penyadapan terus mengintai sejumlah pejabat di Tanah Air. Sasarannya adalah informasi strategis negara. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah selaku pemangku kepentingan.Pakar keamanan cyber Pratama Persadha mengemukakan, para penjabat yang mempunyai kewenangan strategis membuat mereka menjadi target penyadapan untuk mendapatkan informasi penting.

“Penyadapan terhadap penjabat ini semakin maju, tidak lagi hanya menyadap telepon. Dari mana saja informasi itu datang, maka di sana usaha penyadapan bisa terjadi, termasuk dari internet,” ungkapnya dalam keterangan tertulis kepada Sindonews, Minggu (6/9/2015). Mantan ketua tim IT Kepresidenan ini menjelaskan penyadapan lewat internet banyak dilakukan karena lebih mudah dan risikonya tidak besar. Informasi yang dimiliki para pejabat bisa diambil lewat email, instant messaging, cloud dan berbagai aplikasi popular lainnya.

“Pejabat kita cukup banyak yang melek teknologi. Namun kesadaran akan keamanan cybernya masih kurang. Banyak yang memakai email dan aplikasi instant messaging gratisan sebagai saluran informasi, menurut saya ini berbahaya,” tegasnya. Pratama sendiri berharap pemerintah sekarang mulai memikirkan cara efektif untuk menjaga keamanan informasi yang dimiliki para pejabat penting di Tanah Air. Hal tersebut penting, apalagi pemerintahan Jokowi-JK sedang menggarap e-Government.

“e-Government akan sukses bila pemerintah bisa memastikan keamanan infrastruktur dan para pemakainya. Akan berbahaya bila nanti semua informasi penting dan rahasia secara terus-menerus diambil dengan mudah oleh asing,” terang Pratama, yang disampaikan di sela-sela acara Grand Opening Riset FST UNDIP akhir pekan kemarin. Menurut pria asli Cepu ini, pemerintah perlu memulai kerja sama dengan kampus. Mengembangkan produk komunikasi dan informasi yang aman asli buatan dalam negeri. Banyak hasil riset dan penelitian mahasiswa maupun dosen yang bisa dikembangkan.

“Mengamankan para pejabat tanah air dari penyadapan asing bisa dimulai dari mengembangkan riset mahasiswa maupun dosen. Apapun bentuknya, menggunakan produk buatan lokal yang bisa dikontrol dan langsung cek jauh lebih aman ketimbang memakai produk asing, apalagi yang gratis, karena no free lunch,” jelasnya. Pratama menyebutkan beberapa negara maju menerapkan aturan tak tertulis bahwa teknologi yang mereka ekspor haruslah bisa mereka buka dari manapun. “Artinya, meski kita telah membeli secara resmi, tak menutup kemungkinan negara asal produk tersebut bisa menyadap bahkan mengganggu proses komunikasi,” bebernya.(Sindo_new)

Tinggalkan Balasan